Status: Sebuah novel yang aku tulis 10 tahun lalu.

Estuary: The Star Lily Lake

Bab VI Smith's House

"Tok. Tok. Tok...."
Aku terbangun dan hanya membuka setengah mataku, masih terpaku di atas tempat tidurku, mencoba mengumpulkan kesadaranku.
Tok. Tok. Tok. "Mr. McHale, Mr. McHale" kali ini diikuti suara serak seorang anak laki-laki yang berteriak keras. Aku membuka mataku lebar dan memfokuskan pendengaranku, menyadari bahwa aku sepertinya mengenali suara itu. Aku menghela nafas panjang, pagi buta dan dia sudah membuat keributan.
"Mr. McHa..," sebelum teriakan itu dimulai lagi, terdengar suara pintu terbuka, menghentikan alarm pagi yang tak diinginkan.
Aku berjuang keluar dari tempat ternyaman di dunia ini, dan langsung menuju ruang keluarga, melihat Adrian dan Danielle sudah duduk rapi di kursi tempat terakhir mereka berada di ruang tersebut.

"Wow, kalian baik sekali, mau menjadi alarm di rumah ini," sindirku sambil berjalan menuju westafel untuk mencuci mukaku. Aku benar-benar tampak mengerikan, melihat bayangan wajah layu dengan rambut berantakan di cermin westafel dan piyama longgar. Aku tidak ada masalah dengan penampilan ini, tapi aku memutuskan untuk sedikit merapikan rambut dan piyamaku. Setelah aku rasa sudah cukup rapi, aku kembali ke ruang keluarga.
"Pagi, Miss McHale. Apa kami menggaggu tidurmu?" sapa Adrian dengan sedikit menggoda.
"Pagi," jawabku dengan nada datar tanpa menghiraukan pertanyaannya,"Hal hebat apa yang membuat kalian menggedor rumah seseorang di pagi buta seperti ini?" tanyaku sambil melihat Adrian dan Danielle yang berwajah layu dan merindu tempat tidur.
Danielle bersandar pada pegangan tangan kursi bersiap untuk tidur dan tanpa bicara menyerahkan segala urusan pada Adrian.
Adrian menguap lebar sebelum memulai penjelasannya,"Begini...," mulainya dengan dramatis. Apa dia benar-benar mengantuk sehingga bersikap sedramatis ini? "Kami sudah mengikuti Mr. Fang semalaman dan menemukan sebuah hal yang cukup aneh."

"Hah, tunggu. Kenapa kalian mengikuti Mr. Fang?" tanyaku heran karena mereka melakukan hal yang sebenarnya sebuah kriminalitas dan kenapa mereka melapor pada ayahku?
"Kami diminta oleh ayahmu untuk mengikuti Mr. Fang untuk memastikan pernyataan tentang dia," aku menyipitkan mataku melihat mereka dengan pertanyaan tak terucap Ayah menyuruh anak-anak untuk memata-matai seseorang? Saat aku menoleh pada ayahku. Apa orang tua kalian tidak mencemaskan kalian sehingga kalian diperbolehkan keluar begitu malam? Atau kalian tidak meminta izin pada orang tua kalian? Saat aku menoleh pada mereka, Danielle benar-benar sudah tertidur.

Aku menoleh pada mereka sekali lagi dan hanya menghela nafas. Aku rasa mereka sudah sepakat dan aku percaya bahwa ayahku tidak akan melakukan sesuatu tanpa berpikir ulang. "Baiklah. Lanjutkan!" perintahku memecahkan keheningan tadi.

"Baiklah..." Adrian mengawali penjelasannya dengan melihatku. "Kami - dia menoleh ke arah Danielle yang tertidur dan menghela nafas - bekerja sama dengan ayahmu dalam penelitiannya. Kau tahu tentang Mr. Fang?" tanya Adrian padaku yang kujawab dengan anggukan. "Kami sedang menvalidasi apa yang dikatakan Mr. Fang pada ayahmu benar atau salah. Jadi, kami memutuskan untuk sedikit mengikutinya semalaman," jelas Adrian sedikit kehabisan nafas.

"Lalu, apa yang kalian temukan?" tanyaku sedikit penasaran.
"Kami melihat Mr. Fang keluar ruma pada malam hari, sekitar jam satu pagi, dia berjalan menyusuri jalan setapak yang sering kami lewati untuk menuju Danau Star Lily. Dia berhenti di pinggiran danau tersebut. Dan kau tahu apa yang dia lakukan di sana?"
Adrian menghentikan kaliamatnya disana untuk membuat penjelasannya dramatis. Aku dan ayahku mengangguk saja, menuruti kemauannya dan menunggu penjelasan lebih lanjut, tapi kami tidak menyembunyikan mata antusias.
"Dia mengambil bunga teratai di dalam danau," kami terkaget mendengar suara lain yang berasal dari Danielle yang kami kira sudah tertidur pulas, "kemudian menanamnya di dekat danau, setelah itu hanya duduk di sana semalaman penuh, membuat kami digigit banyak nyamuk. Lihat!" Danielle menjelaskan dengan sedikit nada marah dan memperlihatkan bekas gigitan nyamuk yang tersebar di tangan dan kakinya.
"Maafkan aku, Danielle," ayahku menganggapi Danielle, setelah itu ditelan dalam pemikirannya sendiri. Adrian dan Danielle yang mengantuk mulai memosisikan duduk yang nyaman untuk tidur, sehingga untuk beberapa saat keadaan ruang keluarga itu hening memberi kesempatan beristirahat.

Aku pun mulai masuk dalam keheningan itu sampai aku mendengar suara lirih Mrs. Lauer, "Kudengar ada yang mengetuk pintu?" membangunkan si kembar dari tidur singkatnya, aku harap setelah ini mereka akan mendapatkan tidur yang cukup. "Oh, kalian. Apa kalian perlu ku buatkan teh?" tawarnya, sepertinya dia melihat wajah kelelahan si kembar.
Saat kami menoleh bersamaan untuk menyapa Mrs. Lauer dan mengangguk atas tawaran tehnya, terlihat Emily yang mengikuti ibunya dari belakang.
"Hei, kau sudah baikan?" Danielle menyapa Emily untuk memecahkan kekagetan kami. Emily hanya mengangguk malu.
Aku menghampiri dan memeluknya dan dia balas memelukku, "aku senang kau sudah baikan." bisikku di telinya dengan tawa lebar aku mempererat pelukanku.
Emily membalas dengan anggukan yang aku rasakan di leherku, "apa yang terjadi?" tanyanya dengan berbisik.
"Aku akan menceritakannya di kamar. Ayo!" aku menarik tangan kanannya dengan lembut dan menuntun ke kamar Emily di lantai dua.

Sesampainya di kamar Emily, kami duduk di kasur dan aku mulai menceritakan apa yang terjadi di ruang tamu.
"Rapal Fang memang menjadi aneh setelah kehilangan Emily 5 tahun lalu," Emily mengerutkan alisnya sedikit dan tampak seperti berpikir. Aku merasa bersalah, karena baru saja dia baikan dan aku malah menceritakan hal yang membuatnya berpikir.
"Hei, Emily. Aku senang kau sudah baikan," dia membalasku dengan senyuman lebar, aku senang bisa melihatnya tersenyum lagi. "Bagaimana kalau kita mandi dan sarapan setelah ini. Aku juga sedikit lelah karena bangun terlalu pagi, hahaha." candaku.
Emily hanya mengangguk, kemudian aku keluar dari kamarnya menuju kamarku dan memulai rutinitas pagi seperti mandi, membereskan kamarku, dan menyempatkan diri untuk menulis jurnal. Tanpa sadar, sudah satu jam aku berada di kamar. Jadi aku memutuskan untuk langsung menuju ruang makan untuk sarapan.

Di ruang makan sudah ada Ayah, Emily, dan Si Kembar yang sudah cukup segar. Aku rasa mereka bersemangat setelah mencium bau sarapan yang sedang dibuat oleh Mrs. Lauer. Kami berempat duduk rapi di meja makan dengan secangkir teh dan kopi untuk ayah, meski sebenarnya aku lebih menyukai kopi, tapi tak apalah, sedangkan Mrs. Lauer berdiri di depan kompor untuk menyiapkan sarapan kami, berupa pancake dengan sirup mapple ditambahkan butter. Tiba-tiba suara perutku tidak terkendali. Jadi, aku memutuskan untuk memulai pembicaraan di meja makan. "Apa ibu kalian tidak mencemaskan kalian setelah tidak pulang semalaman?" tanyaku pada si Kembar dengan menoleh pada mereka.
Mereka saling menatap dan saling berbalas seringaian, lalu menjawab pertanyaanku bersamaan, "Tidak."
Aku menarik nafas panjang dan menggelengkan kepala, cukup terkejut dengan keluarga mereka.
"Ah, aku jadi ingin bertemu dengan Mrs. Smith," ayahku menyambung percakapan kami.
Si Kembar kembali menyeringa kali ini dengan pandangan jahil mereka, "Jika Anda mau bertemu, Anda bisa kerumah kami, Mr. McHale. Ibu pasti senang bisa bertemu dengan Anda," balas Adrian.
Ayahku diam sejenak untuk berpikir, "Bagaimana kalau kita mengunjungi rumah keluarga Smith sore ini, Cheryl?"
"Ayooo," jawabku bersemangat. Aku menoleh ke samping kananku, "bagaimana kalau kau ikut dengan kami Emily?" tawarku.
Emily berpikir sejenak, "Baiklah," jawabnya sedikit lirih.
Emily masih terlihat lemas setelah beberapa hari di kamar. Aku berharap mengajaknya jalan-jalan untuk mengembalikan moodnya, aku rasa berjalan ke rumah keluarga Smith akan jadi jalan-jalan ringan yang menyenangkan.
Danielle dan Adrian mengundurkan diri setelah sarapan untuk memberitahukan ibunya bahwa kami akan datang, ayahku meminta mereka untuk tidak usah repot-repot menyiapkan apapun, aku menggertak mereka untuk lebih baik mereka tidur saja, sedangkan Emily hanya melambaikan tangan.

Sorenya kami bersiap pergi ke rumah keluarga Smith, meskipun Mrs. Lauer tidak ikut, aku hampir tidak pernah melihatnya keluar rumah, bagaimana dengan bahan-bahan makanan kita jika dia tidak keluar untuk membelinya, ah sudahlah, dia mungkin mempunyai caranya sendiri. Emily memakai terusan bewarna kuning kalem dan memakai mantel biru, aku memakai kaos putih bergambar kucing, celana jogger hitam dan jumper navy, sedangkan ayah seperti biasanya kemaja kuning atau putih yang sudah mulai lusuh, jas coklat muda dan celana kain coklat tua. Aku tau dari mana ketidakpedulianku akan fashion.

Kami berjalan dipandu Emily melewati hutan bambu yang jarang, sungai kecil yang terdapat jembatan yang hanya cukup dilewati satu mobil dan sedikit jalan berbatu. Kemudian kami sampai di sebuah rumah dengan halaman yang sangat indah, dibandingkan dengan Rumah Lauer, sebenarnya aku tidak keberatan dengan rumah Lauer, hanya saja rumah dihadapanku saat ini, benar-benar memiliki beragam bunga yang bahkan aku tidak mengenali namanya, tapi lebih banyak tanaman mawar yang bewarna-warni menghiasi taman tersebut, lalu ada dua pohon mapel dan satu pohon cemara di depan rumah tersebut. Rumahnya sendiri cukup besar, berlantai dua dengan banyak jendela dan gaya klasik amerika, namun sangat terawat. Orang yang tinggal di rumah ini terlihat sekali sangat mencintai rumah ini.

Di depan rumah, kamu sudah disambut dengan Si kembar yang berlagak seperti butler, mempersilahkan kami masuk ke dalam ruang keluarga yang hangat karena perapian yang sedang digunakan. Sehingga Emily melepas mantelnya, aku melepas jumperku, dan ayah masih menggunakan jas lusuhnya.

Kami duduk di sofa empuk bewarna coklat tua yang senada dengan dinding ruang tersebut. Aku, Emily dan ayah duduk di sofa panjang yang cukup untuk tiga orang, sedangkan Danielle dan Adrian duduk di kursi tunggal tanpa sandaran di sebelahku. Saat kami menikmati perapian, seorang wanita dengan gaya anggun yang menggunakan rok terusan datang dari pintu yang berseberangan dari tempat kami datang. Wanita itu terlihat masih sangat muda dan mata biru tua dan hidung yang cukup lancip seperti Si Kembar. Aku rasa aku tahu dari mana mereka mendapatkan mata itu.

"Selamat sore. Saya Afra Smith, ibu dari Danielle dan Adrian," suara lembut dengan sedikit serak di setiap akhir kata terdengar menyapa kami dibarengi dengan senyuman dari bibir mungil.

"Halo Mrs. Smith. Saya Robyn McHale, senang berkenalan dengan Anda," ayahku berdiri dan menyalami Mrs. Smith, "Dan Ini Emily, saya rasa Anda sudah mengenalnya dan Ini adalah anak saya, Cheryl," ayah memperkenalkan kami sambil menunjuk pada kami.

Mrs. Smith menyalami Emily dan menanyakan tentang keadaannya beberapa hari ini. Aku berdiri dan menyalaminya, "Senang berkenalan dengan Anda Mrs. Smith."

"Ah, kau cantik sekali Cheryl. Panggil saja Afra."

Afra berbincang dengan kami menanyakan bagaimana kami bertemu dengan anaknya dan tentang penelitian ayah untuk beberapa saat, setelah itu dia mengundurkan diri sebentar untuk menyiapkan makanan untuk kami, sebelumnya kami sudah disuguhi teh hangat dan camilan yang cocok dengan teh. Setelah Afra pergi, Si Kembar dan ayah mulai membicarakan strategi mereka, meskipun ayah lebih banyak diam karena mendengar si kembar yang saling bersahutan, menimpali setiap pendapat masing-masing, tanpa menyisakan ruang untuk ayah berbicara. Pemandangan yang lucu sekali, aku tertawa kecil melihatnya dari tempatku berdiri bersama Emily di dekat rak penuh buku yang membuatku tertarik.

Saat aku tersenyum, seseorang mengagetkanku dengan sebuah pertanyaan, "apa yang membuatmu tertawa, Cheryl?" aku menoleh dan melihat Afra di sebelahku.

"Ah, tidak mereka lucu sekali," aku menjawab dengan mengarahkan jari telunjukku ke arah Si Kembar dan Ayah duduk.

"Aku senang melihat mereka bersemangat," timpal Afra, "Sebenarnya aku merasa bersalah karena seperti memaksa mereka untuk tinggal di kota kecil ini. Kami terbiasa tinggal di kota ramai dekat pelabuhan, kemudian mereka tiba-tiba harus tinggal di kota yang sepi dan tidak banyak anak seumur mereka disini," ucapnya menatap Si Kembar dengan senyuman penuh kasih sayang, "Jadi, aku senang saat mereka terlihat bersemangat dengan berpetualang di kota ini."

Aku melihat ke arah Afra kemudian menoleh ke arah Danielle dan Adrian, "Aku rasa bukan karena tempat yang mereka tinggali yang menarik, tapi karena mereka bisa membuat tempat yang mereka tinggali menarik dengan cara mereka sendiri. Aku rasa, mereka akan menemukan sendiri hal yang menarik atau mereka akan membuatnya sendiri sehingga tidak akan pernah bosan dimana pun mereka berada, bukan?"
♠ ♠ ♠
Mungkin akan sedikit lama untuk menulis chapter selanjutnya..
Terima Kasih sudah membaca