Status: Sebuah novel yang aku tulis 10 tahun lalu.

Estuary: The Star Lily Lake

BAB II Smith

Jalan setapak yang kami lewati sangat gelap, apalagi ditutupi dengan ilalang yang tinggi. Cahaya dari senter kecil yang dibawa hanya menerangi jalan setapak di depan, dengan mata masih mengantuk, aku hanya bisa melihat jalan buram di depanku. Tangan Emily masih menarikku, untuk mengikuti kecepatan jalannya, kadang-kadang aku tersandung kerikil, aku bersyukur aku tidak jatuh terjerembab. Jalan itu hanya tanah yang sedikit becek karena udara dingin malam hari, tanpa terjatuh pun, udara dingin sudah melewati tulangku, padahal Emily sudah memakaikanku jaket tertebal yang kumiliki, syal biru kesukaanku, dan topi rajut dengan warna hijau menyala yang dipinjamkan Emily.

Beberapa menit kami berjalan, aku mulai melihat ujung jalan setapak yang mengarah ke danau, nampak lampu-lampu kecil yang menari-nari, cahaya dari lampu itu tak seperti cahaya senter kecil milik Emily. Dan ketika aku benar-benar sampai di pinggir danau, kantukku menghilang dan aku membelalakan mataku, melihat hal yang menakjubkan di depanku. Kekagumanku hanya bisa kuungkapkan dengan senyum terlebarku, "Aaaaaahhh!"

"Bagaimana Cheryl McHale?" tanya Emily padaku dengan senyum penuh kesombongan, aku tak menghiraukan pertanyaanku dan aku terum memandangi danau Star Lily.

Cahaya kecil yang menari-nari itu adalah kunang-kunang yang sangat banyak, cahaya yang tak mungkin ku temukan di kota. Bahkan masih banyak kunang-kunang yang menempel di teratai-teratai di atas danau, juga bebatuan yang muncul di permukaan danau itu. Seperti banyak bintang yang yang terjatuh dari langit dan medarat di danau itu. Yang lebih menakjubkan adalah, air dari danau yang tadi siang sangat gelap dan tak terlihat dasarnya, sekarang malah terlihat jernih, sehingga aku dapat melihat dasar dari danau itu, berupa akar-akar teratai yang menyentuh dasar, bebatuan kecil dan beberapa ikan kecil yang berenang zig-zag melewati akar teratai. Mungkin karena pantulan cahaya dari kunang-kunang yang membuat dasar Danau Star Lily terlihat jelas.

Emily membiarkanku terdiam untuk menikmati hal yang dia pamerkan padaku. Mulai terbiasa dengan keheningan danau, terikannya mengejutkanku, "Adrian, Danielle. Hei!"

Secara reflek, menoleh ke arah Emily yang melambaikan kedua tangannnya pada dua anak laki-laki dari arah jalan setapak lain. Dua anak laki-laki yang dari jau memiliki postur tubuh yang sama. Mereka berjalan mendekati kami, terlihat mereka memiliki warna rambut merah kecoklatan yang sama, mata yang sama, hidung yang, sama, bibir yang sama. Ah, mereka kembar! sadarku. Meskipun mereka kembar, setelah dilihat dari dekat aura yang dimiliki masing-masing sangat berbeda.

"Aku Adrian Smith," aku menyambut tangannya dan mengenalkan diriku juga. Fisik mereka berdua memang sama, tapi Adrian memiliki mata yang lebih tajam, sopan, tegas, tenang, tegap, dan sedikit bicara-berpikir dulu sebelum mengatakanya-.

Danielle memiliki gambaran fisik yang hampir sama dengan Adrian, tapi kulitnya sedikit lebih coklat, matanya lebih bulat, banyak bicara dengan mengatakan apa yang ada dipikirannya, orang yang tak sabaran, suka bercanda, dan menyenangkan. "Yo! Aku Danielle!" dia memperkenalkan diri dengan hi-five, lalu aku menyambutnya dengan tos. "Aku hanya terlambat tiga detik darinya," tambahnya dengan menunjuk ke arah Adrian.

Perbedaan mencolok dari mereka adalah model rambutnya. Adrian memiliki mdel rambut yang ditata rapi dan tampak bersih, kurasa itu yang menonjolkan ketegasannya, sedangkan rambut Danielle lebih berantakan, tipikal orang yang berpikir 'aku tidak punya waktu untuk menata rambut, lebih baik aku melakukan hal lain'. Perbedaan lain Adrian lebih pendiam, dan Danielle lebih banyak menyunggingkan senyum. Well, mereka masih tetap menarik dengan cara mereka sendiri.

Mereka memandangiku lekat, mata Adrian yang menatapku seakan penuh selidik, sedangkan mata Danielle yang semakin membesar seakan penuh tanya padaku, sedikit mengganggu.

"Hei! kau anak dari peneliti yang baru datang dari kota besar itu ya? Emmm, Mr. McHale?" tanya Danielle memecah kesunyian.

"Yups!" sahut Emily sebelum aku sempat menjawabnya. "Mereka tinggal di rumahku.

"Oh..," suara lirih Adrian menyahut dengan ekspesi kaget yang tertahan.

"Yang diteliti ayahmu sejarah kota ini, bukan? Kau tahu, sejarah kota ini memang sangat menarik!" potong Danielle mulai berbicara tanpa sempat kujawab pertanyaannya.

"Mereka juga pindahan dari kota besar tahun lalu. Mereka sangat tertarik dengan sejarah kota ini, padahal di sini tidak ada yang ... ."

Seakan tahu apa yang akan dikatakan Emily, Danielle langsung menyahut, "Hei, banyak hal menarik dari kota ini. Apa kau tak bangga dengan kota yang sudah kau tinggali sejak kecil?"

"Kurasa kota ini biasa saja," lawan Emily dengan mengangkat sedikit bahu dengan bersendekap dia memalingkan wajahnya.

"Kau seharusnya lebih bersikap seperti gadis lainnya, gadis tomboy!"

"Hei.." dimulai lah pertarungan kata-kata mereka, aku bahkan tidak bisa mengikuti perkataan mereka dan gagal untuk melerai. Adrian yang diam di belakan Danielle hanya menggelengkan kepala seakan hal ini sudah biasa terjadi.

Adrian maju di antara mereka tepat dihadapanku, mulai menghela nafas, "Stop!" teriaknya dengan tegas. Seketika Danielle dan Emily terdiam, Adrian melanjutkan, "Danielle! Apa kau tak bisa tenang, ada anak yang baru disini, tak bisakah kau menjaga sopan santunmu?" tegas Adrian. Emily mengangguk dan tersenyum kecil, tapi kemudian Adrian menoleh ke arahnya dan mengatakan, "kau juga Emily, dia tamumu!" Selanjutnya dia menoleh padaku, "Maafkan kami."

Danielle dan Emily menunjukkan rasa bersalah dan meminta maaf padaku. Aku tersenyum dan memafkan mereka, "Tak apa-apa, santai saja."

"Euhm, Miss McHole, apa boleh, kapan-kapan kami datang mengunjungimu?" tanya Adrian sedikit malu.
"Kalian bisa memanggilku Cheryl saja. Tentu saja aku senang jika kalian datang ke rumah." jawabku
"Bolehkah?" sahut Danielle dengan ekspresi yang cepat sekali berubah.
"Aku senang saja, tapi rumah itu adalah rumah Mrs. Lauer, jika dia mengijinkan, tidak masalah bagiku. Bagaimana Emily?" aku menoleh pada Emily.
"Boleh. Asal kau tak mengajak Si Danielle itu!" jawab Emily dengan wajah dibuat cemberut.

Sebelum Danielle menyahut pertarungan baru itu, aku memotongnya, "Ayolah Emily, takkan asyik jika hanya bertiga, bukan?"
Terdiam sesaat, tapi dia mengangguk pelan saja.

Setelah itu, aku mengajak pulang ke rumah karena hari sudah malam dan cuaca sangat dingin. Meskipun pemandangan di sini sangat rugi untuk dilewatkan, aku merindukan tempat tidurku yang nyaman. Apalagi aku belum tidur cukup lama setelah kedatanganku tadi pagi. Mereka pun mengerti dan kami pamit pulang ke kedua kembar itu, meninggalkan mereka berdua. Aku tidak menanyakan pada Emily, tapi aku bertanya dalam hatiku, 'apa yang akan mereka lakukan di danau pada malam selarut ini?'

***